3. You were back! Enjoying Sakura
Musim sakura adalah 'musim jalan-jalan' kami. Di musim ini, kami berkesempatan mengunjungi sangat banyak tempat, Shiroisi castle-Ogawara-Funaokajoshi park, Aoba castle, Nishi park, Matsushima-Fukura island, Michinoku, Tsutsujigaoka park, dan Sendai Nishikicho park. Itu adalah tempat-tempat yang kami kunjungi waktu itu. Tentunya bisa berjalan-jalan dengan istri menjadi sebuah kesempatan yang sangat istimewa di masa-masa awal menikah.
Dari dulu, saat jalan-jalan, momen yang saya tunggu-tunggu adalah kesempatan untuk hunting foto, seperti yang sudah saya post di akun instagram saya. Saat setelah menikah, selain mendapatkan foto objek atau pemandangan, saya juga bisa berkesempatan untuk 'bereksperimen' dengan foto objek manusia, yakni istri saya sendiri atau kami berdua (kalau saya sendiri ga cukup percaya diri menjadi objek foto, karena lebih suka moto-in). Pastinya karena mustahil untuk berbekal tukang foto pribadi yang bisa kita mintai foto setiap saat, saat kami ingin foto berdua (selain wefie), saya harus menjadi kreatif bagaimana hanya dengan modal tas atau tripod kami bisa setting foto timer dan mendapatkan angle dan posisi yang pas. Bahkan sering juga saya berlari agar bisa mengejar timer kamera saya yang paling lama 10 detik. Karena saya juga tak mempunyai remote control kamera, maka jika ingin mendapatkan foto bersama tanpa bantuan orang lain untuk memotret, nampaknya memang itu yang harus saya lakukan. Haha.
Alhamdulillah, 3 bulan setelah Tazkia sampai lagi di Sendai, atau sekitar bulan Juli, kami mendapatkan kabar bahagia tentang kehadiran sang dedek di rahim Tazkia. Setelah sekian bulan mengharapkan kehadirannya, akhirnya Allah memberikan amanah yang luar biasa untuk kami. Bertempat di Klinik Koga yang letaknya tak jauh dari apartment kami di Hachiman, kami telah menjalankan konsultasi kehamilan dan sekaligus mendapatkan kabar bahagia itu setelah dua-tiga kali pertemuan. Selama itu kami melakukan pencatatan suhu mulut Tazkia untuk mendapati indikasi jika ada pembuahan. Karena itu bisa dideteksi dengan melihat lonjakan suhu mulut yang cukup tajam.
Setelah kami mendapatkan kabar itu, kami rutin melakukan pengecekan ke klinik, dan dalam hitungan bulan kami harus siap untuk menyiapkan segala hal sebelum kedatangan si jabang bayi. Termasuk kesiapan mental.
Setelah menjalani studi dua tahun sebagai mahasiswa master, di Tohoku University, saya akhirnya menjalani presentasi akhir dan wisuda di bulan Juli dan September 2019. Senang tentunya. Saya yang seperti tulisan-tulisan ini, saat itu berjuang agar bisa mencapai keinginan dan mimpi kuliah di luar negeri, akhirnya bisa menyelesaikan satu tahap kuliah di Tohoku dan kemudian menjalan misi 3 tahun selanjutnya sebagai seorang mahasiswa Doktor. Momen presentasi akhir dan wisuda saat itu selain diliputi rasa senang dan syukur, saya juga merasa perjalanan ini belum ada apa-apanya dibanding saat saya menempuh program Doktor yang pastinya lebih penuh tantangan, dengan tuntutan yang lebih keras dan ketat, dengan syarat publikasi jurnal internasional yang mengikat. Jika tidak bisa publikasi, maka kelulusan akan terancam.
Tentunya, kehadiran istri tercinta saat presentasi akhir dan wisuda menambah kebahagian saat itu. Sendiri dan berdua pasti berbeda, bukan?
Berada di tengah ribuan orang multikultur, multinegara, dan orang-orang pilihan untuk bisa belajar di Tohoku University, adalah kebanggaan sekaligus syukur yang berlipat-lipat. Saya yang dari desa, kabupaten kecil di Jawa Timur, dulunya sekedar bermimpi untuk menempuh studi di luar negeri akhirnya bisa berkesempatan merasakan atmosfer yang luar biasa saat di wisuda di salah satu kampus terbaik Jepang. Alhamdulillah, tak henti-hentinya pantas terucap dari hamba yang kecil dan masih belum baik ini. Semoga dengan gelar Master of Environmental Studies yang diberikan oleh Tohoku University kepada saya bisa menjadi berkah dan manfaat bagi orang-orang disekitar saya, bangsa dan agama.
Setelah musim Sakura yang penuh jalan-jalan, dan setelah menjalani masa-masa menentukan di akhir studi master saya, kami berkesempatan untuk berjalan-jalan 'jauh' keluar Sendai dan Miyagi. Ya, Tokyo! Dengan kehadiran teman hidup, saya lebih bersemangat dan merasa punya alasan yang tepat untuk stay lebih dari satu hari di Tokyo, hanya untuk Jalan-jalan dan wisata kuliner! Jika saat single saya seringnya ke Tokyo hanya untuk transit atau agenda-agenda lomba olahraga yang diadakan oleh Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang (PPIJ), kali ini saya punya niat khusus ke Tokyo.
Tiga hari dua malam adalah waktu yang cukup untuk kami jalan-jalan sebagian besar tempat favorit di Tokyo dan merasakan santapan menu Halal di beberapa restoran recomended untuk muslim. Istri yang saat itu juga sangat senang dan antusias dengan perjalanan kami waktu itu, terlihat cukup semangat dan kuat walaupun harus berjalan kaki kemana-mana cukup jauh. Disana pula kami berjanjian dengan beberapa teman saya yang kebetulan berada di Tokyo.
Ueno park, Sky tree, Imperial Palace, Tokyo tower, Odaiba menjadi beberapa tempat pilihan kami untuk berjalan-jalan di waktu yang cukup singkat tapi cukup itu. Sedangkan untuk pilihan kuliner kami memilih Yakiniku Panga, Ramen Honolu, The Oven American buffet, dan Manhattan untuk memuaskan kenginan kami untuk merasakan masakan halal di Jepang, setelah sekian lama di Sendai tidak bisa merasakan itu semua. Tempat tinggal kami di Sendai, belum banyak memiliki pilihan makanan halal, kecuali restoran-restoran halal India-Pakistan-Bangladesh yang sudah mulai banyak bermunculan di kota Sendai. Tapi karena Tazkia tak terlalu suka makanan seperti Kari dan kawan-kawannya, jadi makanan Jepang yang halal seperti Ramen dan Yakiniku adalah santapan yang kami tunggu-tunggu saat itu.
Alhamdulillah jalan-jalan kami juga dilengkapi dengan pertemuan 'reuni' saya dan teman-teman kuliah saya saat masih di UGM, yang cukup membuat hangat dengan suasana nostalgia. Akhirnya kami pulang dengan membawa sejuta cerita, dan foto tentunya, serta kenangan drama seperti saat hampir tidak mendapat kesempatan makan di Yakiniku Panga karena belum booking sebelumnya. Itu yang paling diingat istri hingga saat ini.
Alhamdulillah jalan-jalan kami juga dilengkapi dengan pertemuan 'reuni' saya dan teman-teman kuliah saya saat masih di UGM, yang cukup membuat hangat dengan suasana nostalgia. Akhirnya kami pulang dengan membawa sejuta cerita, dan foto tentunya, serta kenangan drama seperti saat hampir tidak mendapat kesempatan makan di Yakiniku Panga karena belum booking sebelumnya. Itu yang paling diingat istri hingga saat ini.
8. Back to Indonesia
Akhir tahun 2019, saya diberi kesempatan oleh Sensei saya untuk mengikuti konferensi di Bali dan melakukan survey kecil-kecilan untuk riset saya di daerah bantaran sungai Bengawan Solo Jawa Timur, yang mana itu adalah dekat dengan Ngawi, asal saya.
Setelah momen selalu bersama, ketika itu Tazkia harus sedih kembali untuk berpisah sementara dengan saya selama kurang lebih 2 minggu. Sebenarnya sih tak cukup tega, karena ia juga sedang mengandung, tapi karena tuntutan akademik, jadi saya tetap berangkat. Dari Sendai, ke bali, Surabaya, dan di beberapa hari terakhir saya berkesempatan untuk pulang ke rumah, bertemu dengan keluarga.
Perpisahan sementara saat masa-masa awal pernikahan kami (pertama saat Tazkia harus pulang ke Indonesia karena kehabisan visa, dan kedua saat saya konferensi di Bali dan survey) selalu menjadi momen yang tak terlupakan bagi kami. Wajar saja, kami saat masa-masa awal cukup banyak mengalami proses yang sangat dinamis, apalagi bagi Tazkia, yang beradaptasi dengan dua hal besar sekaligus, menjalan peran baru sebagai istri dan ibu rumah tangga dan memulai hidup baru di lingkungan baru jauh dari keluarga di Indonesia.
9. Autumn & second winter
Saya paling suka autumn. Di autumn saya bisa melihat warna bunga dan pohon begitu yang indah dan menentramkan hati. Apalagi autumn ke dua saya di tahun 2019 ini saya bersama pasangan hidup yang bisa menemani saya menikmati indahnya duan-daun yang berubah warna menjadi kuning, oranye dan merah. Apalagi, di autumn tahun 2019 ini, kami bisa melihat perkembangan fisik si bayi di rahim Tazkia sudah semakin besar dan nyata. Maka suasana kebersamaan dan romantisme autumn saat itu semakin lengkap.
Beberapa tempat di sekitar Sendai yang saat itu kami kunjungi adalah Jogi nyorai, Rinnoji temple, dan Nishi park. Masih dengan kamera kesayangan, A6000 yang menemani momen-momen kehangatan bersama kami, meng'abadi'kan momen-momen yang mungkin cukup otentik untuk diulang kembali.
Di akhir musim Autumn, dan menjelang datangnya winter, hawa dingin mulai merangsap masuk ke kulit ari, membuat siapapun yang tak terbiasa hawa dingin sebelumnya, seperti kami orang tropis, akan selalu mencari kehangatan. Anda pasti tahu, kehangatan tak hanya melulu tentang jaket tebal berbulu atau heater pemanas ruangan, tapi juga kehadiran mereka, orang-orang tercinta.