Dimensi Waktu

Dapat membersamai waktu yang terus bergulir adalah nikmat yang tiada tara, pun peristiwa demi peristiwa juga merupakan sebuah rezeki yang kita harus syukuri. Namun, karena kecepatan waktu dan banyaknya peristiwa yang kita alami dalam satuan waktu tersebut terkadang melebihi kecepatan rasa dan kesadaran kita untuk memaknainya satu persatu, makna tersebut seakan menghilang begitu saja tanpa sempat kita menyapanya, atau untuk sekedar menyadari keberadaannya saja.

Sunrise di langit Sendai 

Kita memiliki waktu dan dimensi ruang yang sama. Sama-sama memiliki 24 jam sehari dan berada di bumi dengan segala sistem yang sama. Kitapun juga sama-sama mempunyai fitrah dan asal-usul yang sama, Tuhan pencipta yang sama dan kewajiban yang sama pula. Namun Tuhan telah menciptakan kita berbeda-beda secara fisik dan segala sesuatu yang menyertainya -akal dan pikiran. Dari situlah nampaknya kita berkembang menjadi pribadi, watak dan pola pikir yang berbeda, terutama dalam merespon kejadian dan peristiwa yang terjadi pada kita. Itulah yang menjadikan kita berbeda sikap dan cara dalam membersamai waktu, yang membuat kita kemudian seakan memiliki skala waktu yang berbeda.

Ketika kita ada di suatu titik waktu, di saat itu pula kita sedang berada pada dimensi masa lalu, relatif terhadap titik waktu selanjutnya. Secara terus menerus, kita melalui detik demi detik hingga terbentuk rantai waktu yang memiliki nilai historis yang amat kuat. Setiap mata rantai tersebut adalah penanda setiap jengkal peristiwa yang kita alami dan sekaligus bukti bahwa kita telah melampaui dan selesai dengan masa lalu, tanpa bisa kembali kepadanya, karena mata ikatan demi ikatan akan terus terbaharui maju, tak akan pernah mundur.

Namun apakah setiap kita bisa selalu memaknai setiap peristiwa bersama waktu?

Setiap orang pasti pernah ada di fase-fase mempelajari pola pergerakan waktu yang sangat dinamis sebagai salah satu cara untuk berdamai dan bersahabat dengan waktu. Hingga orang tersebut di suatu titik dapat menemukan cara terbaik dalam memaknai waktu mereka. Namun, apabila konteks memaknai waktu dan berdamai dengan waktu disini dimaknai dengan memanfaatkan sebaik mungkin waktu yang didapat dan memaknai esensi dari pemberian itu kepada mereka, maka yang menjadi tantangan adalah dalam memanfaatkan peristiwa yang akan kita lalui dan pula pengungkapan rasa terimakasih kepada sang pemberi waktu pada setiap jengkal waktu yang telah dilalui sebagai nilai tambah.

Dalam kehidupan baru saya disini, saya belajar (lagi-lagi) untuk memaknai waktu sebaik mungkin, atas salah satu upaya untuk berdamai dengannya. Namun, kalau saja bisa dihitung secara matematis, mungkin saja perbandingan antara potensi waktu itu sendiri dan peristiwa demi peristiwa yang saya berusaha ciptakan dengan waktu, pasti nilainya masih sangat-sangat jauh dari ideal, dari potensi waktu yang bisa kita gunakan untuk merancang peristiwa demi peristiwa yang merupakan bagian dari pembentukan dan perbaikan untuk diri kita sendiri kedepannya.

Faktanya, memang, secara umum, kita manusia akan sangat-sangat sulit untuk memanfaatkan potensi waktu dengan hasil yang ideal. Manusia sangat rentan sekali ketinggalan terhadap pergerakan waktu yang sangat cepat, hingga kita kesulitan untuk memaknai dan mengambil pelajaran satu persatu secara cermat dan teliti. Bisa jadi, kealpaan kita -manusia dalam memanfaatkan waktu untuk hal positif dengan hasil yang optimal, bisa mengantarkan kita pada sebuah pertanggungjawaban atas nilai-nilai waktu yang seharusnya kita gunakan, jika nilai-nilai tersebut berasaskan prinsip kesetimbangan. Betapa banyak waktu yang telah kita lalui hanya dengan melakukan tindakan sia-sia ataukah bahkan kita sudah terlalu sombong atas waktu yang memang sudah ter-setel default melekat pada diri kita?

Tingkat perbedaan atas respon kita terhadap waktu, secara sederhana bisa dirumuskan atas fungsi ilmu. Dimana ilmulah yang menjadi pembeda antar respon kita terhadap waktu. Bagi mereka yang berilmu, atau dalam hal ini ilmu yang berarti ekstraksi dari ribuan peristiwa historis yang telah dilalui, hingga menghasilkan sejumlah pembelajaran untuk koreksi pilihan skenario peristiwa di masa depan, pastilah mereka dapat menapaki sebuah jenjang peningkatan di atas rata-rata kebanyakan manusia. Hingga di suatu titik mereka yang berhasil dengan pembelajaran dalam fungsi waktu sudah berada di atas rata-rata manusia pada umumnya pada sebuah pencapaian.

Pun, dalam derap langkah di dunia ini, kita yang percaya, pasti tahu dan paham, disuatu titik waktu akan menemui masa akhirnya. Dimana sang pengguna waktu akan mempertanggungjawabkan waktunya dan menceritakan segala hasil yang telah didapat dari penggunaan waktu. Semoga kita dapat menggunakan nikmat dan rezeki waktu yang tiada tara ini, sembari berangsur-angsur mengirimkan syukur kepada-Nya, agar setiap waktu kita termanfaatkan untuk kebaikan dan dapat turut bantu menjawab saat kita ditanya kelak.

Sebuah perenungan.
Hachiman, Sendai 24 Desember 2017.
20:00 JST

1 komentar:

Instagram