Pertama kali harus beradaptasi dengan iklim
di negeri empat musim adalah pengalaman yang cukup menarik sekaligus menantang, apalagi saya yang
selama hidup hanya mengalami tinggal di negeri Indonesia, yang notabene negara
dengan iklim tropis dengan hanya dua musim dimana kelembaban dan suhu cukup
tinggi (red: hangat). Waktu kedatangan saya di akhir bulan september yang
bertepatan dengan musim gugur (yang berarti 2-3 bulan menjelang musim salju)
membuat saya harus bersiap beradaptasi dengan suhu yang cukup ekstrim -menurut
standar kulit tropis. Di awal kedatangan, saya hanya bisa membayangkan betapa
dinginnya nanti saat musim salju, ditambah dengan cerita senpai-senpai yang
cukup terdramatisir. Ekspektasi yang terbentuk sejak awal membuat saya berusaha
bersiap sebelum memasuki musim salju dengan menyiapkan senjata, yang diantaranya dapat didapatkan berupa second-hand seperti jaket super tebal, sal, dan beberapa
set pakaian hangat dan tak ketinggalan sepatu anti air yang memungkinkan untuk
bisa dipakai ketika salju. Di akhir bulan november semua perkakas survival salju telah disiapkan setelah
berburu barang-barang perang bersama Bapak-bapak yang telaten dan sabar
untuk saling teman-menemani dan bantu-membantu mendapatkan barang murah tapi
kualitas oke.
Salah satu perburuan yang paling berkesan adalah ketika kami menghabiskan waktu seharian jauh-jauh ke Izumi book off (salah satu outlet barang bekas yang termashur di Sendai) untuk mencari beberapa jaket dan sepatu bekas yang murah meriah. Hingga akhirnya kami memborong beberapa jaket dan sepatu. Sedangkan untuk pakaian baru, di waktu lain kita bisa mendapatkannya di UNIQLO (sebut merk gapapa ya), yakni fashion store yang harganya cukup terjangkau dengan model dan kualitas yang tak kalah dengan merk kenamaan lainnya. Bahkan saking populer-nya UNIQLO, sangat sering kita temui jaket kembaran yang bahkan hingga jadi alasan beberapa kawan untuk tidak membeli pakaian disana, agar nggak tiba-tiba nemu kembaran di jalan.
Salah satu perburuan yang paling berkesan adalah ketika kami menghabiskan waktu seharian jauh-jauh ke Izumi book off (salah satu outlet barang bekas yang termashur di Sendai) untuk mencari beberapa jaket dan sepatu bekas yang murah meriah. Hingga akhirnya kami memborong beberapa jaket dan sepatu. Sedangkan untuk pakaian baru, di waktu lain kita bisa mendapatkannya di UNIQLO (sebut merk gapapa ya), yakni fashion store yang harganya cukup terjangkau dengan model dan kualitas yang tak kalah dengan merk kenamaan lainnya. Bahkan saking populer-nya UNIQLO, sangat sering kita temui jaket kembaran yang bahkan hingga jadi alasan beberapa kawan untuk tidak membeli pakaian disana, agar nggak tiba-tiba nemu kembaran di jalan.
Seusai mabit tohouku di masjid Sendai |
Alhasil, mau tidak mau saya harus membeli
atau mencari heater yang lebih powerful, hingga bisa menghangatkan ruangan. Agar ketika pulang dari kampus di malam hari, saya masih bisa menikmati
istirahat di kamar dengan tenang dan nyaman, nggak kedinginan atau bahkan bisa
jadi sakit-sakitan atau sekedar terjangkit Japanese flu. Awalnya saya masih berusaha
mencari bekas. Namun setelah pergi ke-toko dan hasilnya nihil karena barang
yang saya inginkan sudah sold old dan setelah mencari info kesana kemari ke
teman-teman Indonesia dan tak membuahkan hasil, akhirnya mau tak mau saya harus
menyisakan uang 9300 yen untuk membeli oil fan heater baru (hitung-hitung juga kalau
beli baru bisa lebih worth it karena bakal dipakai insyaAllah hingga 5 tahunan
ke depan). Jenis heater tersebut yang lebih sering dipakai untuk musim dingin,
dibandingkan dengan electric heater yang hanya memanfaatkan energi listrik tapi
panasnya tak bisa tersalurkan dengan baik. Sedangkan oil fan heater, energi
panasnya dihasilkan dari pembakaran kerosin yang dihembuskan fan (kipas) untuk
merambatkan panas ke luar alat. Dengan bantuan Bu Ratri untuk membelinya di
Amazon menggunakan prime card, akhirnya saya mendapatkan heater tersebut dan
saya lakukan trial pertama setelah membeli minyak kerosin (sebut saja minyak
gas: padahal di Indonesia sudah nggak ada haha).
Pengalaman-pengalaman saat musim dingin
ini, bisa dibilang cukup unik bagi saya pribadi yang baru pertama kali
mengalami musim dingin, fyi dengan suhu terendah sampai saat ini -5°
(dan akan lebih dingin lagi setelah tulisan ini di-publish). Namun,
alhamdulillah, hingga saat ini tubuh masih bisa beradaptasi dan survive.
Walaupun sesekali merasakan hawa yang sangat dingin hingga ujung-ujung jari
tangan mati rasa, perih, dan totally freezing, bahkan pernah saat awal-awal hingga
mengering dan luka. Tapi dampak-dampak tersebut masih bisa diatasi dan
dikurangi efeknya salah satunya dengan menggunakan sarung tangan untuk menghindari kulit
tangan kering dan membeku, menutup permukaan kulit dengan pakaian dan jaket
tebal bahkan baju dalam yang berlapis-lapis (penggunaan longjohn juga
sangat-sangat efektif), kaos kaki, tutup kepala (bisa dari jaket juga) khususnya
saat bersepeda untuk menghindari dampak angin, dan alat-alat “makeup” wajah
berupa lotion pelembab dan lip-balm untuk menghindari bibir kering dan
pecah-pecah. Semua upaya tersebut selama ini saya
terapkan setiap harinya. Jika saya tak kenakan sarung tangan saja misalnya, pasti tangan sudah
membeku (beneran membeku sampe tangan mengeras) sesampainya di apato. Jadi tantangan terberat adalah saat melupakan
salah satu dari alat-alat wajib tersebut ketika berangkat ke kampus.
Setelah berjalan hingga saat ini, di sisi
lain, ternyata pengalaman musim dingin saya yang pertama ini tidak sepenuhnya
se-ekstrem yang saya ekspektasikan sebelum musim dingin lalu (terlanjur
paranoid). Dimana saya membayangkan salju akan turun tiap hari, suhu mencapai
minus belasan dan selama berminggu-minggu seluruh daratan akan selalu tertutup
salju tebal. Ternyata tidak. Karena salju pada dasarnya adalah hujan, maka
pola-nya juga mengikuti pola hujan (baru ngeh akhir-akhir ini). Apabila hujan
tidak turun maka salju kemungkinan juga tidak akan turun. Begitupun musim salju
saat ini. Karena nampaknya curah hujan tidak terlalu tinggi, jadi turunnya
salju sampai saat ini masih bisa dihitung jari, itupun nggak semua hujan jadi
salju. Kalau tidak salah, hanya sekitar 4-5 kali turun salju efektif yang
hingga menyebabkan akumulasi tumpukan salju di Sendai sampai saat ini. Itupun, khususnya di
kota Sendai, Salju yang turun semalaman bisa mencair dalam waktu yang relatif
cepat, 2-3 hari, bahkan bisa lebih cepat jikan setelahnya cuaca cerah dan sinar matahari cukup terik. Tak seperti daerah lain (seperti pulau Hokkaido,
katanya sih, karena saya sendiri juga belum pernah kesana), disana curah hujan
lebih tinggi, lebih dingin (karena letaknya semakin menjauhi khatulistiwa;
high latitude), so saljunya lebih banyak, tebal dan mungkin membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk mencair.
Semoga di fuyu (musim salju) kali ini cuaca
lebih bisa bersahabat dan tidak menjadi halangan saya dan para muslim disini
untuk bangun subuh pada tepat waktu, karena pagi-pagi dingin banget, apalagi
jika harus keluar kamar yang dan masuk kamar mandi (walaupun akhirnya pakai air
hangat sih, haha), serta nggak menghalangi kita untuk pergi ke-masjid Sendai
tercinta untuk menjaga jamaah (dengan kemudahan yang telah diberikan dengan
adanya jemputan Sato-san, sang imam masjid yang istiqomah melakukan antar
jemput para mahasiswa muslim yang tinggal di Dormitory). Dan semoga kita bisa
dipertemukan di fuyu tahun depan dalam keadaan lebih baik lagi.
*Oh ya, satu lagi semoga di musim salju tahun ini, bisa main ski, setelah kemarin awal Desember melewatkan kesempatan ski bersama teman-teman PPI.
Hachiman, 22 Januari 2018
10.00 JST
Saat suhu -5° di luar.
*Oh ya, satu lagi semoga di musim salju tahun ini, bisa main ski, setelah kemarin awal Desember melewatkan kesempatan ski bersama teman-teman PPI.
Hachiman, 22 Januari 2018
10.00 JST
Saat suhu -5° di luar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar