Keseharian: Berjalan Dalam Lengang



Jalan-jalan itu nampak lengang. Banyaknya rumah-rumah yang berderet padat di sepanjang jalan tak membuat jalan itu menjadi ramai. Hanya satu-dua orang dan kendaraan yang lalu lalang setiap hitungan kurang lebih lima detik. Suasana malam yang berkabut membuat suasana sepanjang jalan itu seperti layaknya kota yang berpenghuni hanya puluhan ribu orang saja.

Saya melalui jalan itu setiap hari. Dalam kondisi tertentu seperti saat menjelang tengah malam dan cuaca agak kurang bersahabat, sepanjang jalan yang menghubungkan antara stasiun terdekat dengan tempat saya belajar dan kawasan komplek perumahan dimana saya tinggal memang cukup sepi. Aktivitas orang-orang di negara ini yang nyaris tak pernah berhenti selama 24 jam, tak membuat semua sisi kota mempunyai hiruk pikuk. Tetap saja, beberapa sisi khususnya kawasan pinggiran kota menyisakan kelengangan yang luar biasa.

Jalan selebar kurang lebih lima meter dengan trotoar di sisi kiri dan kanan menemani beberapa pejalan kaki atau pesepeda yang pulang larut malam. Lampu taman dan teras rumah yang remang-remang membuat suasana semakin lengang. Beberapa orang yang seperti tak mengenal waktu siang dan malam berlalu lalang dengan berjalan cepat. Sebagian kecil nampak berjalan bersama yang membuat jalan mereka menjadi melambat karena sambil berbincang. Entah dari manapun mereka. Dengan cara itulah mereka berpindah antara rumah dan tempat aktivitas kerja atau belajar. Walaupun banyak diantara orang-orang di negara ini memilih untuk menggunakan moda mobil atau mobil pribadi, namun jumlah orang yang memilih berjalan kaki, bersepeda dan menggunakan moda transportasi umum juga tak kalah banyaknya. Hal itu menjadi bagian dari kultur keseharian mereka, yang kebetulan memang sudah hidup di negara yang memiliki fasilitas transportasi umum yang maju.

Namun ditengah kebiasaan berjalan itu. Saya menemukan waktu favorit saya untuk menikmati waktu perjalanan bersepeda dan berjalan di malam. Lama tempuh berjalan yang lebih lama, dan suasana sepi yang dialami ketika melalui kawasan yang memang sepi adanya, menjadikan perjalanan yang seharusnya cukup melahkan itu menjadi cukup bernilai. Kelengangan jalan-jalan bukannya membuat kita takut atau bahkan khawatir, namun justru memberikan kita kita ketenangan dan keamaan dalam diri. Karena sisi ketenangan dalam diri kita bisa nampak dan dekat disaat waktu-waktu itu. Ruang berpikir dan dialog kepada diri kita sendiri yang bersembunyi disaat adanya keramaian, akan muncul dengan sendirinya saat kita temukan diri kita dalam kelelangan. Mungkin semua orang tak sama. Mungkin semua orang punya waktu-waktu favoritnya masing-masing.

Waktu menunjukkan pukul 23.30 malam. Saya baru saja menuntaskan pekerjaan saya di tempat belajar saya hari itu. Saya harus segera pulang, sebelum tiba-tiba hujan grimis datang dan jalan pulang akan menjadi licin dan berbahaya untuk dilalui, karena tempat belajar saya di sini adalah berada di bukit yang dulunya kawasan hutan. Ketika menuju dan pulang, pasti kami akan lalui jalan curam ditengah-tengah hutan, kecuali jika kita menggunakan moda kereta transportasi bawah tanah yang dapat menembus medan itu dengan cepat. Beberapa orang memilih untuk berjalan dan mengayuh sepeda. Bagi mereka itu tak menjadi masalah. Justru beberapa orang menggunakan kebiasaan itu sebagai kesempatan berolahraga, dan saya adalah salah satu di antaranya.

Medan pertama yang harus kita lalui adalah jalan trotoar curam tanpa penerangan. Dalam jam-jam yang ekstrim, artinya bukan jam puncak aktivitas belajar, jalan tersebut bisa sangat sepi. Bahkan bisa ada hanya satu pejalan kaki yang melalui jalan sepanjang mata memandang. Sisi samping adalah tebing dengan semak belukar dan didalamnya hutan merupakan sarang beruang yang biasanya saat musim-musim hangat aktif dan menyapa manusia sesekali. Jika ada rasa ketakutan saat berjalan di jalan tersebut adalah bukan rasa takut akan makhluk yang tak nampak, namun karena keberadaan beruang yang bisa mengancam kapanpun. Tapi karena sudah cukup terbiasa, siapapun yang jalan saat malam hari dari tempat belajar kami akan merasa biasa saja.

Di medan pertama ini, biasanya saya berjalan dengan lebih cepat. Bukan karena apa-apa, namun lebih karena pengaruh gaya gravitasi yang mendorong siapapun yang berjalan menjadi lebih cepat karena curamnya jalan. Di medan perjalanan ini biasanya saya isi waktu dengan memikirkan hal-hal dari yang penting hingga tak penting, entah masih tentang riset yang dikerjakan hari itu, tanggungan keseharian rumah, tentang kewajiban dan tanggung jawab, tentang orang tua, tentang kenangan-kenangan masa lalu, tentang hal yang terencanakan ke depan, atau hal-hal besar dan mendebarkan yang mungkin akan saya hadapi kedepan atau sekedar "murojaah". Dapat memikirkan hal-hal yang tak sempat saya pikirkan disaat di tengah keramaian dan hiruk pikuk lingkungan sosial adalah sebuah kenikmatan tersendiri bagi saya. Tentunya sambil memandang kebawah mengamati permukaan jalan yang gelap karena dikhawatirkan ada jalan yang berlubang atau tidak rata.

Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram