Menikmati Ketenangan


Bisa duduk dengan tenang di awal pagi ditemani secangkir minuman, dan segenggam makanan ringan serta laptop adalah sebuah kondisi yang cukup jarang bisa saya dapatkan selama ini. Bisa menulis dengan perasaan lapang, tanpa adanya gangguan dan rasa gelisah, adalah sebuah nikmat dari Allah ditengah-tengah hiruk pikuk riset dan ramainya aktivitas.

Suara mobil lalu lalang yang suaranya semakin nyaring ketika jendela terbuka persis disamping kanan kursi dan meja dimana saya duduki, semakin menambah kekhasan suasana kamar ini, sebuah kamar kecil bernomor 608 di lantai 6 sebuah gedung apartment di salah satu daerah pinggiran kota Sendai, Jepang bernama Hachiman. Jendela yang langsung berbatasan dengan udara luar tanpa adanya sebuah deck, membuat saya bisa dengan lapang melihat seluruh sudut atas bawah, samping kiri kanan dari batas jendela itu. Dibatasi sebuah pagar setengah badan yang menjadi penghalang agar badan tak terperosok dan jatuh kebawah karena tinggi bawah jendela hanya sekian centimeter dibawah lutut (agak serem sih). Di tempat duduk itulah saya biasa bekerja bersama laptop, untuk mengerjakan segala hal yang ingin saya kerjakan, yang sebagian besar adalah menulis dan browsing internet. 
Saat ingin bersantai di kamar dan tak berangkat ke kampus, suasana ketenangan di kamar adalah hal yang paling saya dambakan dari sekian aktivitas lainnya. Dimana saya bisa menarik diri sejenak dari rutinitas dan kesibukan akademik. Walaupun tak jarang juga, jika berlebihan maka kejenuhanlah yang akan didapatkan, karena bagaimanapun sesuatu yang berlebihan memang tidak baik. Namun setiap orang punya kondisi nyamannya masing-masing, bukan? dan mungkin dengan duduk manis sambil menulis blog adalah salah satu kondisi yang saya anggap nyaman bagi saya.

Semenjak berpindah ke Jepang, saya mengalami sedikit perubahan pola keseharian dan preferensi kegiatan. Jika dibandingkan dengan saat saya S1, bisa dibilang sangat jarang saya berada di rumah dan bisa bersantai menikmati suasana kamar yang tenang. Hampir sebagian besar waktu saya habiskan di kampus. Adapun di rumah kos adalah ketika hari libur dan memang disempatkan untuk berada di rumah untuk cuci baju, bersih-bersih ataupun yang lainnya. Toh sebenarnya suasana yang saya dapati di kamar bukanlah suasana tenang dan saya bisa mempunyai me time, tapi yang ada adalah rumah kos kami adalah milik umat sejagad, dimana siapapun bisa keluar masuk dan menginap dengan cukup bebas. Apalagi saat-saat mendekati ujian, kamar kawan saya sebelah dan kamar saya menjadi tempat nongkrong buat belajar bareng. Tapi dari situ, saya temui bahwa kami mendapatkan kekeluargaan yang luar biasa, walaupun zona privasi kadang terpinggirkan.

Dalam hal kegiatanpun, saya bisa telah mengaktifkan diri pada banyak kegiatan dan organisasi kampus, yang membuat saya memiliki jaringan yang cukup luas, dan saya menjadi lebih menyukai keramaian daripada suasana sepi. Walaupun pada suatu titik, saya tetap butuh waktu sendiri, tapi itu sangat terbatas. Sedangkan setelah berpindah kesini, saya temui diri saya sendiri memiliki lebih banyak waktu untuk sendiri. Selain karena saya memang tinggal agak terpisah dari daerah apartment kawan-kawan indonesia, pola aktivitas kita sebagai pelajar yang mempunyai tugas riset seabrek, membuat kita atau saya khususnya lebih banyak disibukkan dengan kewajiban akademik ini itu. Walaupun tergantung riset dan kuliahnya masing-masing sih. Namun pada umumnya masing-masing memiliki jadwal dan kesibukan masing-masing yang lebih seringnya tak sama, sehingga untuk bertemu cenderung agak susah. Kesempatan bertemu yang paling memungkinkan adalah ketika weekend. Namun sebagian dari kawan-kawan di sini tiap malam pasti bertemu saat sholat isya di masjid dan sholat jamaah Dhuhur dan Ashar di kampus. Di luar itu beberapa dari kita juga punya kegiatan ekstra yang juga banyak, yang tak hanya berhubungan dengan sesama mahasiswa indonesia dan urusan akademik saja, namun kegiatan seperti voluntering, olahraga, kerja part time dan lain sebagainya. 

Hidup di kota kecil seperti Sendai ini, menurut saya merupakan sebuah anugrah tersendiri. Bagaimana bisa? Dari sudut pandang saya, saya pribadi somehow lebih suka suasana yang tenang dan tentram dibandingkan suasana yang ramai, penuh hiruk pikuk dan banyaknya peluang hiburan. Sendai, walaupun berstatus sebagai ibu kota sebuah prefecture bernama Miyagi, merupakan kota yang menurut saya pas untuk tempat belajar. Apalagi kampus kami, kampus Aobayama dan Kawauchi terletak di pinggiran kota yang jauh dari keramaian, bahkan tergolong cukup sepi dan jalanannya cukup gelap. Saya jadi teringat ada kawan dari salah satu negara Eropa memutuskan untuk mengakhiri studinya ditengah-tengah perjalanan, karena tak kerasan tinggal di kota kecil nan sepi seperti sendai. Katanya bukan suasana seperti ini yang ia inginkan sambil membandingkan dengan suasana di kota-kota besar Jepang seperti Tokyo. Dia menyebutkan pula bahwa dia tidak suka kampus Aobayama yang notabene terletak di bukit dan jalan aksesnya cukup sepi dan untuk sampai padanya kita harus melalui hutan. Padahal bagi saya pribadi itu tak menjadi masalah.

Dengan segala bentuk lingkungan baru saya di sini, saya merasa mempunyai lebih banyak me time, yakni ketika di kamar, ketika bersepeda dan berjalan pulang pergi kampus serta waktu-waktu jeda lainnya. Dengan begitu saya berpeluang untuk menjadi sedikit lebih introvert dibandingkan saat saya dulu, kuliah S1 dan duduk dibangku sekolah. 

Seperti saat-saat ini saat saya menikmati waktu sendiri di kamar dan menulis tulisan ini. Saya temui diri saya sendiri seharian ini hanya di kamar dan sempat berangkat shalat jumat dengan bersepeda dan kemudian kembali lagi ke kamar sebelum masak untuk makan siang dan malam. Namun dengan pola harian yang seperti ini, saya terkadang menjumpai diri saya sendiri yang asli, serta bagaimana mengenal diri dan belajar mengontrol diri. Walaupun sebenarnya, pola yang saya pertahankan saat ini dapat saja membawa saya semakin merasa nyaman di zona nyaman -berkebalikan dengan apa yang selalu saya inginkan untuk keluar dari zona nyaman sebisa mungkin. Ketika saya temui saya nyaman dengan pola ini, sebenarnya secara tidak langsung saya sedang dinina-bobokkan tetap dalam posisi ini sampai nanti.

Bagaimanapun itu, saya masih sadar akan apa yang saya jalani selama ini. Banyak sekali kebaikan tak terduga yang bisa mengampiri, seperti halnya bertambahnya fokus atas apa yang ingin kita capai di sini, dan kesempatan untuk memperbaiki diri lebih besar jika dibandingkan dengan di Indonesia. Bagaimana tidak, seperti tertulis sebelumnya, di kota ini sangatlah jauh dari keramaian dan hiruk pikuk hedon perkotaan seperti layaknya kota metropolitan Jepang seperti Tokyo, Osaka, Kobe, dlsb. Banyak saya temui, kawan-kawan yang mengaku menjadi lebih baik dari segi ilmu dan ibadah agama, sebagai salah satu contoh. Ada pula yang semakin menemukan passion dan tahu dan belajar tentang sesuatu hal setelah berada di sini, bukan saat di Indonesia. Hal itu juga karena faktor kekeluargaan sesama mahasiswa Indonesia yang mengerat karena secara kuantitas kita sangat terbatas, dan kesempatan-kesempatan itu banyak kita temui saat kita bersama sesama keluarga Indonesia khususnya dalam hal amalan dan ilmu agama. Saya teringat perkataan kawan saya dulu yang pernah exchange ke Belanda, "Saat kita hidup di negara asing dan kita menjadi minoritas (dalam konteks sebagai seorang muslim), hanya ada dua kemungkinan yakni, kita menjadi jauh lebih baik dalam hal agama, atau sebaliknya". Begitu kurang lebih kutipannya. 

Maka, dengan diberikannya kesempatan dan waktu untuk menikmati ketenangan-ketenangan yang ada di sini, saya memiliki lebih banyak kesempatan untuk mengenali diri sendiri dan menambah kapasitas ilmu dalam banyak hal. Tak hanya dari segi pencapaian akademik saja, namun juga hal-hal lain yang dapat bermanfaat bagi orang-orang sekitar. Dan sebagai pondasinya, kecerdasaan emosi dan spiritual harus tak henti-hentinya dipupuk terus selama masa-masa kematangan di umur 24 tahun saya saat ini. Belajar menjadi dewasa dari kejadian-kejadian dan orang-orang di sekitar dan terus memperdalam ilmu agama adalah pilihan yang saya kira  untuk dipilih menemani kegiatan studi saya di sini. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Instagram